Beribu salam untuk yang menyayangi dan di sayangi
S |
ebelumnya gue mau ngucapin makasih banyak dan makasih yang sebesar-besarnya buat mereka-mereka yang udah bikin hidup gue penuh cerita di penuh dengan beragam warna dan rasa, khusunya keluarga gue dan sahabat-sahabat gue yang selain memberi warna dalam hidup gue tapi juga mereka selalu menunjukan kemana dan bagaimana gue harus melangkah, haru memilih dan harus berpendirian teguh. Special thanks buat bokap gue yang selalu gue tunggu kedatangannya, yang selalu gue harapkan kehadirannya kembali, dan yang selalu gue tunggu dalam mimpi gue. beliau sosok ayah yang penuh kasih sayang, sosok ayah yang penuh wibawa, sabar dan menyimpan sejuta pertanyaan dalam aura hangatnya yang seolah merangkul siapapun dalam senyum simpulnya. Ya, beliaulah ayah yang selalu gue tunggu kehadirannya kembali di tengah-tengah hangatnya istana yang selalu mengirimkan pesan rindu kepadanya. “buat papah yang gue harap denger apa yang ada di hati gue dari saat gue mengetik huruf demi huruf dan terangkai padat mengikuti aliran air mata penuh kerinduan dan berharap kerinduan ini terkiri untuknya” this’s special thanks for u my dad:
“pah makasih, makasih papah udah menjadi sosok figure ayah yang sangat baik buat aku, kakak dan ade2, dan papah sudah sabar menghadapi kekeras kepalaan mamah yang aku sendiri tidak bisa sesabar papah. Makasih atas nasehat dan dukungannya, karna dari dulu yang selalu mensuport aku dalam bidang apapun adalah papah, yang selalu menahan aku untuk bertindak bodoh saat perasaan ini terselubungi kalut amarah dan sampai ku merasakan ada segelintir butiran air mata yang selalu papah tahan seolah memohon agar aku bersikap dewasa dalam menghadapi permasalahan memohon agar aku beristigfar untuk tidak bertindak bodoh dan mengingatkan aku bahwa ‘masih ada allah yang bisa Bantu kamu keluar dari masalah, ALLAH gak agak kasih kita cobaan yang melebihi batas kemampuan kita untuk mengatasinya, ok?’, papah yang selalu mengusap kepala kita(mom, kaka, aku, yuda, dan rado setiap kali papah melintas di depan kita), papah yang selalu menampakan mimik wajah kekanak-kanakannya saat melempar senyum pada kita, papah yang bagi ku selalu menjadi orang pertama dalam keluarga yang mengucapkan selamat ulangtahun, papah yang selalu mengerti akan perubahan sikap ku dan selalu melontarkan pertanyaan ‘kamu kenapa?
gue nggak ngerti sama perasaan gue yang masih belum bisa menahan pedih dan air mata yang selalu menetes saat baying dan nama papah terlintas di ruang maya gue. Padahal udah jelas-jelas gue bilang gue ikhlas nerima ini semua, dan gue bertutur dengan tegas penuh yakin baru deh gue boleh nyium beliau. gue nyium papah untuk terakhir kalinya sebelum kapas penutup seluruh wajahnya, sebelum kaffan putih membalut seluruh tubuhnya, dan sebelum tali terikat erat pada balutan kaffan.
Gue takut hati ini kurang ikhlas dan mungkin belum ikhlas, tapi gue belum bisa membedakan mana yang bisa di bilang ikhlas dalam masalah ini. Hati gue kalut, terselubungi penyesalan dan ribuan kesalahan yang sudah banyak gue lakukap kepada papah, dan aku pun udah nggak bisa nunjukin keinginan papah untuk melihat gue berhasil dengan apa yang udah menjadi jalan otak gue. Padahal gue berharap banget papah bisa ngeliat hasil dari dukungannya. Gue pengen buat papah yakin bahwa gue bisa, tapi sekarang? Apa gue masih bisa nunjukin itu nanti ke papah dan apa gue bisa melihat senyum papah yang di sertai rasa bangganya terhadap gue, apa gue masih bisa melihat itu?, dalam diary gue, gue slalu menuliskan ‘pah temenin aku sampai aku bisa bikin mamah papah bahagia, dampingin aku saat aku melangkah dewasa bombing aku saat aku ingin menjadi yang papah inginkan, restui aku saat aku melangkah lebih depan lagi.
Sudah lah semua itu memori menyedihkan tapi bukan akhir dari sebuah memory. Semua masih berjalan mengikuti waktu. Tapi gue mau memutar waktu untuk menengok kembali di mana saat gue masih di samping papah yang paling gue saying. Dan di saat gue memang sangat sedang butuh beliau, belajar untuk menjadi orang yang penuh kesejukan di jalan ALLAH seperti papah.