persahabat tuh seperti puzzle
menyatukan berkeping-keping pemikiran, memadukan bermacam-macam perbedaan, dan membaurkan berbagai karakteristik yang di dalm nya kadang bisa di terima dan kadang pula tidak bisa di terima..................kepingan itu sering membuat air mata dan kebahagiaan.
persahabatan seperti puzzle...di manapun mereka sekarang kemana pun mereka pergi, tetap di sini masih ada tempat terinndah yang ku seiakan untuk mereka
"MAKACIH YANG DAH MAU DAN NIAT BACA..............."
Menanti dan terus menanti
Hari semakin menghanyutkan waktu yang menjadi penantian ku untuk menuggu. Menunggu ayah yang kurasa memang benar-benar tidak akan kembali untuk menyembuhkan kerinduan ku dan keluarga yang setiap saat selalu meneteskan air mata penuh harapan. Isak tangis kadang takhenti mengalun indah bersamaan dengan lantunan doa sujud ku kepada alla SWT, beraharap salam rindu terkirimkan untuk beliau yang berbahagia di sana...........
Ku kirimkan rangkaian bunga dalam do’a, ku sertakan kartu ucapan dengan kata-kata terukir indah dengan sujud ku, dan ku persembah kan lagu rindu untuk seseorang yang tlah meninggalkan orang-orang yang mencintainya.
Sering kali ku ulang memory unik ayah semasa ia bersama ku...ku buka ulang peristiwa meengharukan ku di dampingi seorang ayah yang mengerti aku, yang merangkul aku, yang menompang kepedihanku, yang merangkulku dan bukan menghakimi......pernah ku berfikir saat ku tatap meja makan yang sunyi dan biasanya ayah bertengger menghabiskan cemilan-cemilan di meja makan tepat di kursi pojok kesukaannya berharap saat malam sepi ku mulai menggerayang, ada beliau yang duduk mengisi kekosongan meja makan. Banyak kejadian yang tak terlupakan dari sebuah meja makan yang di tinggalkan beliau untuk emngobati rasa kangen aku sekeluarga.......di meja makan nggak ada lagi ayah yang makan seadanya, mau makanan enak atau nggak enak beliau selalu mengatakan bahwa makanan itu paling enak.......beliau nggak banyak nuntut, mensyukuri apa yang telah ia dapatkan termaksud makan......nggak ada lagi ayah yang selalu duduk di pojok meja makan dengan tumpukan menu di atas piringnya. Nggak ada lagi ayah yang selalu minta aku masakin telor acak kesukaannya, ”biasanya aku masak telor kalo ibu sedang tidak di rumah” aku sering nggak tga melihat wajah ayah kalo udah laper...”aduh gue nulis ini aja nangis.......keinget terus. Abis beliau lucu seh, selalu menampakan wajah kekanak-kanakannya dengan mengubah bentuk wajah menjadi aneh dan jelek”. Nggak ada lagi ayah yang selalu mencampurkan makanan dengan buah-buahan. Terakhir kali aku makan bareng di meja makan bareng beliau, aku inget banget waktu itu beliau makan nasi dan lauk seperti biasa, tapi tiba-tiba beliau membarengi suapannya dengan rambutan.
Beberapa hari sebelum beliau pergi, ayah berbincang serius dengan ibu di kamar dengan gaya bahasa yang tidak seperti biasanya. Lebih formal dan lembut, layaknya sepasang nkekasih yang sedang melepas rindunya.
”mah, kamu cantik tau” ujar ayah saat itu sambil menggenggam tangan ibu erat. Ibu menepiskan pandangannya dari ayah tersipu malu. Seinget ibu, saat mereka pacaran nggak seserius itu obrolannya.
”apaan sih kamu, kaya anak muda aja”
”ih...beneran. liat saya, nggak usah takut” ayah mencoba agar ibu tidak menundukkan kepalanya agar dapat menatap ayah lekat-lekat ”mah, liat saya! Tatap saya sepuas kamu” ayah terus meyakinkan ibu untuk menatapnya, menatap sepuasnya ”hey mah, sini tatap muka saya. Kamu tatap sepuas-puasnya”
Saat itu ibu tak mengira bahwa itu detik-detik terakhir ayah untuk bercengkra,ma bersama iobu. Ibu menghiraukan dan pergi meninggalkan ayah di kamar. Sampai akhirnya terjawab apa maksud perkataan ayah, ibu menyesal mengapa tidak menatap ayah saat masih hidup untuk terakhir kalinya.
MALAM AIR MATA
Aku pulang dari kampus dan mendapati ayah sedang duduk santai di meja makan kursi pojok dekat kulkas besar.......kakinya yang di goyang-goyangkan dan tidak lupa menggayem makanan kecil di mulutnya. Tepat saat itu tanggal 08 januari ayah mendapatkan gaji yang tidak kami sadari itu adalah merupakan gajih terakhir beliau....kebiasaan keluargaku saat salah satu dari kami mendapatkan uang(gajih, arisan, warung untung besar, ulang tahun)pasti neraktir. Ayah mentraktir kami semua martabak manis dan martabak telor, yang merupakan cemilan kuliner kesukaan kami. Tapi ada yang lain saat itu. Biasanya ayah baru mau neraktir kalao keluarga kami sudah lengkap genap 6 anggota, malam itu ayah nggak nungguin kakak yang masih di kosan dan beliau bilang ”udah lah kita-kita aja dulu, papah mau makan martabak neh. Lagian ntar kalao kak ayu pulang papah beli lagi” adik pertamaku pun bergegas membelikan martabak di pinggir jalan tempat langganan kami.
Kami menikmatinya dan sangat menikmatinya. Benar2 traktiran yang sangat berbeda hawanya. Di sana ayah terlihat sangat senang dan sama sekali tidak seperti orang yang menahan sakit. Senyumannya masih terpancar hangat untuk menghangatkan keluarga tercintanya. Saat itu aku bergadang untuk mengerjakan tugasku di komputer. Kebetulan komputer rumah berada di ruang tengah dan sangat berdekatan sekali dengan ruang TV tempat biasa ayah bergadang bahkan sering tidur di ruang tengah...aku masih ngobrol biasa dengan ayah malah ayah membantu aku dalam mengerjakan tugas.
Di sela-sela pekerjaan ku, aku bertanya kepada ayah tentang keikut sertaan ku pada seminar” yah, aku bolehkan ikut seminar subconsius”
”wah bagus tuh....ayah juga pernah ikut.......ya udah kamu ikut aja” responnya sangat baik dan bertolak belakang sekali dengan jawaban ibu yang selalu melarang aku untuk mengikuti kegiata positif apapun, yah maklumlah ibu punya jalan pemikiran yang berbeda denagn ayah. Ibu selalu berfikiran negatife dangegabah sedangkan ayah selalu berfikiran positif, tenang dan membiarkan aku untuk memilih sesuatu asalkan niat ku baik dan masih di bawah pengawasan ayah. ”kapan?” lanjutnya.
”lusa pah......tapi bayarin?”
”ya udah tenang aja, setiap ada kewgiatan itu kamu ikut dan papah yang bayarin”
”asikkkkkk”
malam itu aku masih bertengger di depan komputer sampai jam 11. dan aku teruskan belajar mata kuliah pronnc yang kebetulan besok di uaskan. Sampai jam 12 lewat ibu memanggil saya dengan suara yang terputus-putus. Aku bergegas turun dan melihan kondisi ayah yang sedang sakit. Kokoh iyus dan satpam berdatangan dan bergegas membawa ayah ke rumah sakit.
”siloam yah pah?” tanya mamah yang sudah mempercayai rumah sakit siloam dan papah pun pernah di rawat di sana
”jangan.........yang dekat aja saya cuman butuh oksigen”jawab ayah berusaha tenang
Ayah memilih rumah sakit terdekat yang jaraknya sangat dekat dengan rumah, rumah sakit itu masih baru, wajar ibu tidak mempercayai kualitasnya. Tapi sudahlah ini kemauaan ayah yang bersih keras tidak ingin melihat kami semua panic. Di tengah rasa sakitnya ayah masih berusaha tersenyum dan mengucapkan beberapa pesan. “mah…maafin papah yah? Anak2 maafin papah yah?”ujar papah tegas. Mendengar ucapan itu mamah hamper saja tak berdaya. Mamah takut itu menjadi pesan terakhirnya. “pah jangan ngomong gitu”jawabku yang berusaha tabah melihat keadaan papah. Aku mengusap-usap punggung papah penuh air mata. Tapi papah langsung menyuruhku untuk menenangkan mamah dan jangan menghawatirkan papah”udah papah nggak kenapa-napa” ujar papah yang berusaha membuat ku tenang. Saat itu kedua adik w hanya bisa menangis dan tidak berani melihat papah merintih kesakitan….dan saat itu pula w langsung menelfon kakak w yang ngekos di Jakarta, berharap dia bisa dating. “hallo ka” “ada pa ta?” “ka, papah sakit, parah….ka pulang yah?” “w pulang sama sapa?” “lw ijin aja nma bu kos, dan lw minta tolong temen cowok lw. Lw jangan ngeteng” “yadah w usahain” Terdengar kakakpun sepertinya menahan tangisnya.
1 komentar:
test
Posting Komentar