#2
Aufa merasa hatinya telah di hadapi dengan suatu kenyataan yang membuatnya sulit menyadari. ‘sebenernya ada apa dengan hati w?’ gumamnya terus menerus yang tidak mengetahui apa yang membuat perasaanya tidak enak. Mungkin ia merasa seperti ini sejak mendengar cerita dion tadi di kampus. Tapi apa yang menjadi masalah? Kenapa mesti langsung ngerasa sakit di hati? Apa karena cemburu? ‘perasaan dulu w gg pernah deh ngerasain begini waktu dion nyeritain tentang ami.
Flashback:
Toko buku yang mungil dengan interior unik, membuat para remaja tertarik untuk memilih-milih buku sambil menikmati menu minuman yang ada di dalamnya dengan nama-nama minuman yang unik pula. Jus ensiklopedia yang di dalamnya ada campuran seperti jus buah dengan di tambah pemanis berwarna hijau dan coklat cair yang di hias di atas minuman yang di hidangkan dalam gelas berukuran besar. Dan masih banyak lagi menu minuman di dalamnya.
“fa, itu lhoh cewek yang w maksud kemaren. Kalo nggak salah namanya ami” ujar dion saat itu. “tapi kenapa yah kok w degdegannya gag wajar begini”
“ya elo gak pede ama muka lo”
“ih muka w ganteng kok”
Dengan tiba-tiba aufa menghampiri ami dan dion tidak bisa melarangnya karena aufa sudah ada tepat di depan ami yang sedang menyusun buku di rak paling belakang. “hei, kenalin nama w aufa” ujarnya sambil berjabat tangan. Ami masih bingung dengan kedatangan aufa yang tiba-tiba mengajak kenalan “ami” jawabnya ragu. “lo liat deh cowo yang duduk di bangku sonoh noh” tunjuk aufa kepada dion yang semakin salah tingkah ‘sialan’ gumamnya makin kesal dengan kenekatan aufa. Ami mengangguk setelah menemukan siapa cowok yang aufa maksud. “dy tuh naksir berat sama lo. Tapi dia nggak berani ngomongnya ke elo” mi malah ketawa dan nggak tahu mesti respon apa. Dengan cepat dion menghampiri meraka dan menarik jaket aufa untuk bergegas keluar dari tempat kerja ami. Ribuan omelan keluar dari mulut dion. Tapi aufa hanya tertawa geli sambil mengingat tampang bego dion di toko buku tadi. Dari semenjak itu dion jadi jarang nongkrong dan beli buku di situ. Mungkin karena malu atau ada alasan lain yang belom aufa tau.
Ada satu kepuasan setelah dion tidak membicarakan ami. Entah kepuasan apa yang jelas aufa merasa agak sedikit lega dan tenang. Tapi saat itu aufa berfikir rasa leganya karena ia tidak mendengar cerita nggak mengenakan lagi tentang ami. Cerita yang lebih cocok di bilang “cersan” alias cerita membosakan.
“aufaaaaaaaaaaaaaa!” teriak tantenya dari bawah. Aufa tinggal bersama tante dan sepupunya yang umurnya lebih muda 2 tahun darinya. Agak sedikit tidak sopan kepada aufa. Tinggal di rumah tante udah hampir 3 tahun setelah meninggal ibunya. Dan 3 tahun itu membuatnya bener-bener makan hati karena sepupunya selalu melakukan hal semaunya, dan tantenya selalu membela anaknya. Sikap wajar she orang tua membela anak, tapi yang harus di liat adalah siapa yang salah. Aufa lebih merasa tinggal di jaman bawang merah bawang putih. Ia memerankan si cantik bawang putih dan sepupunya bawang merah. Sebenarnya ia bisa sajah lepas dari sarang rumah ini dengan tinggal bersama ayahnya tapi ayahnya sudah terlanjur meninggalkan ibu dan aufa dengan menikah dengan wanita lain dan meninggalkan rumah dari sejak aufaduduk di bangu SMP. Dan sampai sekarang ia pun belom bisa menemukan ayahnya.
“aufaaaaaaaaaaaaaa” ulang tante dengan suara yang lebih lantang dari panggilan pertama.
“apa tanteeeeeeeeee” jawab aufa dengan lantang pula.
“makan malem sini!” ajak tante. Tante sara memang baik tapi logatnya itu yang membuat tante terlihat galak dan selalu membela anaknya yang salah sehingga aufa tidak bisa membela dirinya yang di isengin oleh sepupunya itu. Ia bernama naswa, cewek bongsor dengan kulit gelap membuat naswa bener-bener terlihat seperti peran antagonis di dalam rumah ini.
Di mejamakan aufa lebih berperan diem daripada banyak ngomong. Nggak pernah membuka obrolan pertama. Karena keketusannya bisa membuat naswa sakit hati dan selalu membalasnya dengan sikap nggak sopan. Ngacak-ngacak kasur aufa atau mengoprak ngoprek barang di lemarinya kalo aufa lupa mengunci lemari.
“kenapa perasaan ini makin menjadi…apa ini cinta? Ouh bukan mungkin cuman perasan sesaat…fa lo harus bisa bedain mana cinta mana bukan” ujar niswa di tengah-tengah makan malam mereka.
Dengan sepontan aufa menggebrak meja makan dengan keras sambil menahan amarahnya Ia mengempalkan tangan kirinya siap ingin menonjok ketidak sopanan sepupunya itu. “marah? Gak suka? Siapa suruh naro diary di bawah bantal?” ketus naswa yang terus mengunyah makanan di mulutnya.
“siapa yang suruh baca diary orang?” tegas aufa.
“siapa suruh nggak mau bantuin tugas w”
“udah kalian ribut terus, kamu juga fa, bantu naswa sedikit ajah masa kamu gak bisa?”
‘andai ajah w bisa buka semua kedok naswa, w bakalan bilang kalo dia bukan minta bantuin tapi minta bikinin’ gumamnya yang masih geram.
“dia tuh mah gak tau terimakasih. Tinggal disini geratis makan gerati tapi bantuin ninis ajah gak pernah mau” ucapannya makin lama makin memojokan aufa. Ini bukan yang pertama kalinya tapi sering. Tapi ini menjadi pertama kalinya buku diary di baca orang lain. Bahkas sama orang yang nggak dia suka mungkin aufa lebih terbilang benci kepada naswa.
Ia bergegas meninggalkan meja makan dan membanting tubuhnya di atas kasur. Airmatanya masih tertahan. Ia ambil HP dari dalam celananya. Satu-satunya nomor yang akan dia hubungi adalah dion.
‘sial’ dion tidak mengankat Hpnya samasekali. Cobalagi dan coba lagi sampai 5 kali ia pun diam dan geram ‘dion kemana sih lo?’ saat masalah yang begitu parah baginya tapi dion tidak bisa dihubungi. Ia bingung dan tak tahu harus menghubungi siapa.
Pikirannya kalut dan iapun berpikiran untuk meninggalkan rumah ini. Strategi di buatnya dengan secarik kertas HVS dan pencil ia membuat target kabur dan rencara kedepan. Besok adalah hari sabtu ada waktu sebelom kuliah untuk mencari kerja part time. Selama ini kuliahnya di biayai kampus karena ia menyerahkan surat tidak mampu yang sudah di tandatangani RW setempat. Ia tidak mau menyulitkan tante sara, walaupun kehidupannya berkecukupan suaminya kerja di luar kota dan berpenghasilan cukup besar
menikah dengan wanita lain dan meninggalkan rumah dari sejak aufaduduk di bangu SMP. Dan sampai sekarang ia pun belom bisa menemukan ayahnya.
“aufaaaaaaaaaaaaaa” ulang tante dengan suara yang lebih lantang dari panggilan pertama.
“apa tanteeeeeeeeee” jawab aufa dengan lantang pula.
“makan malem sini!” ajak tante. Tante sara memang baik tapi logatnya itu yang membuat tante terlihat galak dan selalu membela anaknya yang salah sehingga aufa tidak bisa membela dirinya yang di isengin oleh sepupunya itu. Ia bernama naswa, cewek bongsor dengan kulit gelap membuat naswa bener-bener terlihat seperti peran antagonis di dalam rumah ini.
Di mejamakan aufa lebih berperan diem daripada banyak ngomong. Nggak pernah membuka obrolan pertama. Karena keketusannya bisa membuat naswa sakit hati dan selalu membalasnya dengan sikap nggak sopan. Ngacak-ngacak kasur aufa atau mengoprak ngoprek barang di lemarinya kalo aufa lupa mengunci lemari.
“kenapa perasaan ini makin menjadi…apa ini cinta? Ouh bukan mungkin cuman perasan sesaat…fa lo harus bisa bedain mana cinta mana bukan” ujar niswa di tengah-tengah makan malam mereka.
Dengan sepontan aufa menggebrak meja makan dengan keras sambil menahan amarahnya Ia mengempalkan tangan kirinya siap ingin menonjok ketidak sopanan sepupunya itu. “marah? Gak suka? Siapa suruh naro diary di bawah bantal?” ketus naswa yang terus mengunyah makanan di mulutnya.
“siapa yang suruh baca diary orang?” tegas aufa.
“siapa suruh nggak mau bantuin tugas w”
“udah kalian ribut terus, kamu juga fa, bantu naswa sedikit ajah masa kamu gak bisa?”
‘andai ajah w bisa buka semua kedok naswa, w bakalan bilang kalo dia bukan minta bantuin tapi minta bikinin’ gumamnya yang masih geram.
“dia tuh mah gak tau terimakasih. Tinggal disini geratis makan gerati tapi bantuin ninis ajah gak pernah mau” ucapannya makin lama makin memojokan aufa. Ini bukan yang pertama kalinya tapi sering. Tapi ini menjadi pertama kalinya buku diary di baca orang lain. Bahkas sama orang yang nggak dia suka mungkin aufa lebih terbilang benci kepada naswa.
Ia bergegas meninggalkan meja makan dan membanting tubuhnya di atas kasur. Airmatanya masih tertahan. Ia ambil HP dari dalam celananya. Satu-satunya nomor yang akan dia hubungi adalah dion.
‘sial’ dion tidak mengankat Hpnya samasekali. Cobalagi dan coba lagi sampai 5 kali ia pun diam dan geram ‘dion kemana sih lo?’ saat masalah yang begitu parah baginya tapi dion tidak bisa di hubungi. Ia bingung dan tak tahu harus menghubungi siapa.
Pikirannya kalut dan iapun berpikiran untuk meninggalkan rumah ini. Strategi di buatnya dengan secarik kertas HVS dan pencil ia membuat target kabur dan rencara kedepan. Besok adalah hari sabtu ada waktu sebelom kuliah untuk mencari kerja part time. Selama ini kuliahnya di biayai kampus karena ia menyerahkan surat tidak mampu yang sudah di tandatangani RW setempat. Ia tidak mau menyulitkan tante sara, walaupun kehidupannya berkecukupan suaminya kerja di luar kota dan berpenghasilan cukup besar tidak menutup kemungkinan bahwa beliau bisa membiayai kuliah aufa. Tapi aufa ingat bahwa almarhum ibunya selalu berpesan untuk tidak merepotkan tante sara.
Setelah rencana jangka panjang di susun. Ia menyusun lagi tempat kosan mana yang ingin ia tempati, mungkin ia memilih jarak yg deket dr kampusnya dan tidak mengeluarkan ongkos banyak sehingga duitnya awet. Ia hanya mengantongi duit seratus ribu sisa bulanan yang setiap bulannya di kasih tante sara… aufa harus mendapat cara, segimana mungkin duitnya yang ada dikantong harus cukup selama ia belum mendapat pekerjaan.
Hpnya berdering, dering SMS dan itu dari dion. Sempet ia males untuk membacanya karena hatinya sedang tidak mau di ganggu tapi ia penasaran. Ia pengen tahu apa alasan dion tidak mengangkat telponnya.
Dari dion:
Maaf fa w lagi surfei rumahnya ami…biar besok w gak pake nyasar buat ke rumah ami..
‘ami lagi ami lagi, udah lah mungkin dy emang gak harus tahu masalah w. ntar yang ada dy gak jadi ketemuan ama ami’ gumamnya sambil mengambil cooper besar di atas lemari. Cooper yang ia pakai untuk pertama kalinya menginjakan kaki di rumah ini. “dih, mana mungkin juga dion ngorbanin gak ketemu ami cuman buat nemennin w? siapa lo faaaaaaaaaa?’ ejeknya dalam hati. Aufa yakin bahwa dion lebih milih ami di banding sahabatnya.
Naswa, tante dan aufa memegang kunci cadangan masing-masing dan memudahkan aufa untuk keluar dan masuk rumah kapan sajah. Perlahan ia jalan menuju pintu utama rumah sambil menyelipkan surat di bawah vas bunga ruang tengah, yaitu surat terakhir dan ucapan terimakasih kepada tante. Dan di dalamnya ia bongkar semua kekesalan aufa pada naswa. Naswa lebih mengannga aufa sebagai anak pungut di banding mengannggap aufa sepupunya.
“neng!” teguran itu membuatnya hampir saa menjatuhkan tas ransel yang ia jinjing.
“ya ampun mbok, ngagetin ajah…shuuuuuuuuuuut”
“si eneng the mau kemana?” ujar emnbok yang langsung membantunya membawa cooper besar.
“jangan bilang-bilang yah mbok, saya mau pulang kampung, kalo tante tahu kan bisa2 tante minta ikut. Saya pengen sendiri ajah di sana bareng temen-temen dan bibi di sana”
“trus kalo mbok di tanya jawab apa?”
“bilang ajah mbok gak tau apa-apa…ya udah mbok saya pergi dulu.”
“hati-hati neng!”
“doain saya yah mbok” ujar aufa sambil meyium tangan mbok.
“assalamualaikum”
Malam ini bener-bener gak bersahabat. Angin kenceng terlihat mendung tapi untung saja tidak hujan. Di tambah lagi ia mesti menggerek motor bututnya karena kehabisan bensin. Berharap ada mobil losbak yang bisa mengangkutnya dan motornya. Tak diduga 5 menit setelah berharap seperti iitu tiba-tiba mobil losbak sedang menghampirinya. “mau kemana de malem2?” tanya pak sopir yang terlihat setengah baya dan sangat baik ‘mudah-mudahan orang baik’
“mau ke taman bineka pak yang deket kampus jayapura”
“hmmm bareng bapak sajah kalo gituh…kebetulan mau lewat sana. Nggak lewat tepat di kampusnya sih cuman nanti bapak anterin sampai taman bhineka”
‘alhamdulillah’ ribuan syukur ia ucapkan karena GOD telah membantunya lewat perantara bapak baik hati ini…ia tidak harus mengeluarkan duit untuk angkot, tidak cape membawa motornya sepanjang jalan, dan tidak mesti menunggu lama untuk sampai di tempat tujuan. Di pertengahan jalan ia meminta tolong untuk memberentikannya di pombensin.
“kirain bapak motornya rusak” ujar bapak sambil melihat motor bututnya.
‘motor w butut tp gak pernah rusak, maaf yah pak bapak salah’ usilnya dalam hati.
Setelah pengisian ia berpamitan dengan bapak itu di pombensin, dan saatnya aufa melanjutkan perjalannya. Jakarta memang tidak pernah tidur. Jam 1 pagi ajah masi banyak yang nongkrong di pinggir jalan.
Kriuuuuuuuuuuk
Perutnya berbunyi dan mulai merasakan laper. Makan malamnya tertunda karena trageni menyebalkan aufa vs naswa. Ia pun menghentikan perjalananya di jajanan kuliner tengah malam. Sate kelinci, agak ekstrim karena aufa menyukai kelinci dan sekarang ia harus memakan binatang yang dia suka. Kedai makan itu masih terlihat ramai menunjukan bahwa kedainya memiliki masakan yang nikmat. Aufa mengambil meja paling pojok dekat dengan tempat ia menaruh motornya. “mas satu porsi sate plus nasi dan the anget yah mas”
Sambil menunggu makanan ia menatapi motor jadul miliknya. Ntah apa itu mereknya, ntah apa itu jenis dan keluaran tahun berapa intinya dia masih mencintai dan cinta banget dengan motor ini. Motor peninggalan ibunya yang biasa ibunya pakai bila pergi kerja. Sempet ingin menangis melihat sejarah motor itu, tapi mau bagaimana lagi masalalu tidak akan bisa kembali lagi dan untungnya ibu tidak memerlukan motor di surga dan mewariskan satu-satunya warisan berupa motornya pada aufa.
Makanan pun datang, agak sedikit canggung untuk memakannya. Kasihan tapi laper ‘ngapai lah kasihan, song udah gak berbentuk kelinci kok’. Baru saja inigin melahap suapan pertama tiba-tiba seseorang menubruknya dari belakang sampai nasi di seniknya berceeran di meja. ‘sial’ geramnya dalam hati. Ingin marah tapi dia urungkan karena dia tahu orang itu pasti tidak sengaja. ‘sabar sabar’
coffe break #pilihan
02.40 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
GUE

apa ajah d jepret
1/2 puzzle

sobat2 ku
this one or that one

ghita
gita dan benerannya

naiz
0 komentar:
Posting Komentar